Monday, September 13, 2010

Bagaimana Membangun Desa Secara Damai?


Membangun Gampong Secara Damai
Oleh M. Saleh Sjafei·


=Pengantar
Akhir-akhir ini sering diwacanakan para praktisi (aktivis dan pengambil kebijakan), pakar, dan pemerhati masalah-masalah sosial-politik mengenai upaya untuk membangun masyarakat, utamanya komunitas gampong secara damai. Jika demikian, pertanyaannya, apakah selama ini, atau setidaknya, mereka pernah membangun gampong dengan cara yang tidak damai? Di satu sisi, dalam konsep gampong itu sendiri sudah terkandung makna damai (harmony: kompromis untuk kemanfaatan yang lebih besar). Namun, di sisi lain, dalam komunitas gampong belakangan ini terdapat kecenderungan warga-warganya untuk, sedapat mungkin, merealisasikan pemikiran atau gagasan mereka yang diperoleh dari berbagai pengalaman dan pengetahuan baru di kawasan gampong. Tulisan ini lebih dimaksudkan untuk memperlihatkan beberapa gambaran deskriptif dan kemungkinan gagasan tentang pola pembangunan masyarakat gampong secara damai.

= Pengertian Gampong
Gampong (kampung) dapat dipahami sebagai kesatuan hidup orang-orang dalam suatu wilayah administratif tertentu yang kecil dan berada di bawah pemerintahan kecamatan. Boleh jadi, di beberapa daerah, khususnya di Aceh terdapat unit kepemimpinan sosio-kultural yang disebut mukim dan berada di bawah pemerintahan kecamatan (sub-district) yang didasarkan pada sistem pemerintahan Aceh masa lampau. Betapapun, gampong merupakan unit pemerintahan terkecil pada level terendah (elementer) dalam konteks suatu Negara. Secara umum, istilah atau konsep gampong (=desa, village, rural area) itu, boleh jadi, adalah ruang bagian kota (urban area) di mana kelompok orang dan atau keluarga hidup biasanya dengan penghasilan yang relatif rendah. Sejarah perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan perubahan sosial bergerak dari komunitas (yang bercirikan rural, homogen-tertutup, partikular, tradisional, atau mekanis) menuju masyarakat (yang bercirikan urban, universal, heterogen-terbuka, rasional, atau organis).
Dalam literatur ilmu-ilmu sosial dikemukakan bahwa cara-cara (means) dan orientasi hidup (ends) orang-orang atau keluarga di kawasan gampong itu masih cenderung terbelakang. Artian, sebagian besar mereka belum memungkinkan untuk memenuhi ukuran-ukuran kehidupan yang lebih efisien dan efektif (rational) modern. Misalnya, tata-cara hidup yang lebih menekankan pada upacara-upara (ritual, kekhasan lokal, adat-istiadat yang kurang memperhitungkan rasionalitas) acapkali mengikat mereka satu sama lain untuk tidak memungkinkan melakukan perubahan (modifikasi, redefinisi, atau profanisasi) atau kemajuan. Oleh karena itu, melalui proses urbanisasi yang terjadi secara alamiah dan terencana diharapkan dapat membawa-serta orang-orang dan keluarga gampong kepada perubahan atau kemajuan sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang semakin menyeluruh. 

= Pembangunan damai
Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan kemasyarakatan (social change: dalam bidang-bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik) yang direncanakan secara seksama oleh pemerintah Negara yang bersangkutan. Sejak masa pemerintahan demokrasi berkembang di dunia, berbagai strategi dan program pembangunan dirancang secara bersama-sama dengan melibatkan masyarakat sipil (representasi publik: lembaga swadaya masyarakat, agen-agen perubahan, dan sebagainya) dan sektor bisnis (pemilik modal: orang-orang kaya dan para dermawan). Dengan kata lain, pembangunan gampong secara damai dapat diinisiasi atau mulai digerakkan oleh pemerintah tempatan (misalnya, unit-unit Pemerintah Gampong, Pemerintah Kecamatan, atau Pemerintah Daerah) bersama para pemilik kapital (sektor bisnis) dan masyarakat sipil.  
Istilah damai itu merujuk pada kesepakatan antara berbagai pihak yang terlibat dalam suatu aktivitas bersama. Untuk menciptakan suatu kata sepakat tentu saja diperlukan kerangka kegiatan atau pekerjaan (dengan landasan pemikiran damai) yang memenuhi unsur-unsur rasionalitas, yakni logis, sistematis, dan konsisten. Kesemua unsur itu tidak dapat dipenuhi tanpa dasar ilmu pengetahuan. Sejak dahulu pemerintah kita telah membangun suatu premis (pegangan berdasarkan asumsi) bahwa keberhasilan pembangunan itu sangatlah ditentukan oleh partisipasi masyarakat. Seberapa besar orang-orang (keluarga) dalam masyarakat kita (pemerintah gampong, orang-orang kaya, dan masyarakat sipil) berperan-serta secara aktif dalam merancang secara bersama-sama pembangunan gampong? Apakah kita sudah menggunakan ukuran-ukuran ilmu pengetahuan (hasil pendidikan dan pemikiran rasional) untuk melakukan pembangunan? Misalnya, seberapa banyak pemerintah gampong kita yang telah mempunyai arsip data tentang situasi dan kondisi warganya, termasuk dinamika jumlah penduduk, angka kelahiran dan kematian, jenis pekerjaan warga, jumlah warga usia-usia balita, produktif, lelaki-perempuan, dan penduduk lanjut usia (lansia). Berapa orang sarjana yang ada di gampong itu? Semua jenis data itu adalah landasan bagi masyarakat gampong untuk memungkinkan mereka ikut-serta menggerakan pembangunan yang manusiawi.

=Penutup
Pembangunan gampong secara damai dapat diawali dengan implementasi secara nyata ukuran-ukuran persiapan pembangunan yang lebih jelas dan akurat. Upaya itu bisa dimulai oleh Pemerintah Gampong (termasuk pemimpin formal atau non-formal) untuk mendorong para warga muda, misalnya, yang telah memiliki kadar ilmu pengetahuan. Mereka itu meliputi orang-orang yang sudah memiliki kualifikasi kesarjanaan dalam berbagai bidang keilmuan (hukum, ekonomi, politik, agama, kesehatan, pertahanan-keamaman, dan sebagainya). Hanya dengan membangkitkan dan mengandalkan semangat mereka pembangunan gampong secara damai dapat diwujudkan dengan baik.


· Dosen Sosiologi pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

No comments: