Friday, September 17, 2010

Membangun Masyarakat dengan Ilmu Pengetahuan


Bagaimana Membangun dengan Ilmu Pengetahuan
M. Saleh Sjafei ·

Pengantar

Beberapa waktu yang lalu penulis pernah mengajukan seperangkat pemikiran yang memungkinkan  ciri dan sifatnya digolongkan sebagai kerangka ilmu pengetahuan, paling tidak ilmu pengetahuan sosial kemanusiaan. Pada momen ini penulis bermaksud untuk mendiskusikan seberapa jauh kita telah menggunakan ilmu pengetahuan sebagai mekanisme membangun manusia, masyarakat, dan (organisasi) pemerintahan yang bersih dan bermartabat. Sejauhmana kita mempercayai ilmu pengetahuan untuk menjadi frame of reference kita dalam membangun hukum untuk memanusiakan diri, kelompok, masyarakat, bahkan daerah Aceh. 

Agaknya, kebanyakan ilmuan sepakat untuk mengatakan bahwa salah satu sifat ilmu pengetahuan itu adalah netral. Ilmu pengetahuan ditujukan untuk ilmu pengetahuan. Apa yang menjadi ciri suatu penelitian ilmiah dasar (basic research) adalah bagian dari analisis mengenai pokok permasalahan ilmu pengetahuan murni (pure research). Dengan penggunaan ilmu pengetahuan produk penelitian ilmiah seperti itu memungkinkan kita memberikan perlakuan yang netral atau tidak memihak (impartial) pada berbagai pihak. Jika ragam hasil penelitian tersebut juga dianggap memihak, maka keberpihakaannya lebih cenderung kepada ilmu pengetahuan itu sendiri, penelitian demi mewujudkan nilai ilmu pengetahuan (value free)). Tidak sedikit hasil penelitian dasar yang demikian itu dijadikan landasan untuk penelitian terapan (applied research), termasuk untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas individual, kelompok, dan komunitas dalam bidang-bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

Ilmu pengetahuan murni (pure science) mencakup matematika dan ilmu pengetahuan alam, kemudian berkembang sampai pada ilmu pengetahuan modern, misalnya dalam bidang sosial dan kemanusiaan, antara lain, sosiologi dan antropologi. Ilmu hukum juga memiliki mazhab-mazhab yang murni dan terapan. Boleh jadi, hanya mazhab hukum murni yang paling mungkin membawa suatu bangsa dan Negara pada keadilan yang tidak memihak. Pertanyaannya adalah bagaimana pola berpikir, bertindak, dan berperasaan yang merujuk pada ilmu pengetahuan?


Metode Ilmiah

Ilmu pengetahuan sebetulnya diperlukan untuk mengetahui kebenaran tentang suatu gejala (phenomena) alam, sosial, dan kemanusiaan (pengalaman inderawi). Ilmu pengetahuan tidak mampu menemukan kebenaran yang mutlak-hakiki, melainkan hanya kejadian yang tampak saja, kebenaran ilmiah yang bersifat relatif. Kebenaran yang manusiawi, bukan kebenaran yang ilahi. Kendatipun, manusia merujuk pada sumber wahyu Ilahi, mereka tetap saja memahami dan mewujudkannya dengan pola berpikir, bertindak, dan berperasaan manusiawi. Hal itu disebabkan ciri dan sifat keilahian yang ada dalam diri manusia tidak memungkinkan direalisasikan secara nyata di luar kemanusiaannya yang objektif. Kebenaran keilahian lebih cenderung bersifat subjektif, dialami manusia secara abstrak dan spiritual berdasarkan keyakinan melalui proses perenungan, pemahaman, dan penghayatan yang relijius.  

Kebenaran ilmu pengetahuan hanya bisa mencapai peringkat kemanusiaan saja. Dengan kata lain, kebenaran ilmiah adalah kebenaran manusiawi yang dapat diperdebatkan setiap saat sesuai dengan tempat, ruang, dan waktu. Metode ilmiah merupakan cara-cara manusiawi dalam rangka untuk memperoleh kebenaran dalam dimensi kehidupan nyata dan dinamis. Kebenaran ilmiah adalah suatu kebenaran sederhana yang paling mungkin diterima manusia sesamanya melalui proses objektivasi. Proses pengambilan kesimpulan ilmiah dilakukan dengan andalan informasi, data yang terukur (validity) sehingga hal itu memungkinkan diulangi lagi oleh orang lain dengan cara-cara yang sama (reliability) dan akan memperoleh kebenaran yang kurang lebih sama pula. Jadi, kebenaran yang manusiawi dapat dicapai dengan menggunakan seperangkat metode ilmiah. Observasi, eksperimentasi, dan perbandingan (klasifikasi, kategorisasi) adalah beberapa metode ilmiah yang digunakan para ilmuan untuk memperoleh kebenaran gejala tertentu yang dipelajari.


Tindakan Ilmiah

Pembuatan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi atau Kabupaten/Kota di Aceh yang disebut Qanun, boleh jadi, merupakan proses pengejawantahan metode ilmiah ke dalam perilaku kita. Itu adalah bagian dari perilaku ilmiah, yakni pola tindakan rasional yang mengandalkan cara-cara berpikir, bertindak, dan berperasaan secara logis, sistematis, dan konsisten. Hanya dengan dimensi ilmiah dalam wujud ‘naskah akademis’ pembentukan qanun dapat dipercaya mengikuti pola tindakan yang berorientasi pada kepentingan kesejahteraan dan keadilan sosial yang lebih besar. Cara-cara yang terukur dan objektif itu sama sekali berbeda dari pola tindakan tradisional yang berdasarkan  mekanisme kehidupan adat. Pola tindakan orang-orang yang berasaskan adat, kebiasaan yang sudah mendarah-daging, tidak lagi memperhitungkan kebenaran manusiawi yang terukur dan dinamis. Pola itu lebih cenderung merujuk pada ungkapan adat “daripada hidup berputih mata lebih baik mati berputih tulang”. Sebegitu penting identitas dan sistem nilai-adat sehingga “manusia cenderung dipersembahkan demi kelestarian adat”, dan bukan “adat diredefinisikan demi perkembangan hidup manusia”.


Penutup

Pola tindakan subjek hukum baik secara individual maupun kolegial dalam organisasi sosial dan organisasi politik patutlah dilandasi logika ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat dan pemerintahan masing-masing diasumsikan sebagai organisasi-organisasi sosial dan politik. Perkembangan kedua ragam organisasi itu tidak lagi kondusif dengan sistem nilai-adat Aceh yang bersifat tradisional. Penata-kelolaan masyarakat dan pemerintahan Aceh sekarang adalah fungsi pengejawantahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern-rasional.  

Pola berpikir, bertindak, dan berperasaan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi adalah transformasi dan redefinisi kehidupan masyarakat adat. Tindakan berdasarkan metode ilmiah memungkinkan masyarakat Aceh secara individual dan kelompok untuk mempersiapkan kemandirian dan rasionalitas menuju masa depan yang penuh tantangan. Semakin masyarakat Aceh mampu bertindak dengan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin mungkin pelayanan publik dalam wujud kesejahteraan dan keadilan sosial diperoleh secara demokratis. Jika realisasi metode ilmiah dilakukan secara sungguh-sungguh oleh para akademisi (scientist) dan praktisi (legal drafter), maka Qanun-Qanun yang lahir dari kebijakan penyelenggara Negara itu akan lebih realistis dan manusiawi.



· Penulis adalah Pengajar Sosiologi Hukum pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala.

No comments: