Friday, September 17, 2010

Bahan Kuliah Perdana pada FISIP-UNIMAL


Bahan Kuliah Perdana untuk mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik (FISIP) Universitas Malikul Saleh (Unimal) Lhokseumawe 2007/2008


“Pembangunan Masyarakat Aceh dan Life-Style Pelakunya
pada Era Rehabilitasi dan Rekonstruksi”


Pertemuan ini berangkat dari asumsi bahwa para peserta yang hadir di sini telah memiliki kadar ilmu pengetahuan dasar dalam bidang ilmu-ilmu sosial, utamanya sosiologi. Kadar itu meliputi pengetahuan peserta tentang konsep, variabel, asumsi, proposisi, teori, postulat, dan sebagainya.[1]


A.   apa itu masyarakat

Marx menggunakan istilah ‘society’ (as do most sociologists) dalam tiga pengertian, yakni secara kontekstual dibedakan, merujuk pada hal-hal yang berbeda (distinct), tetapi mengenai fenomena yang berkaitan, yaitu sebagai berikut.[2]
(1)      masyarakat manusia atau kemanusiaan yang tersosialisasi (‘socialized humanity’) sedemikian rupa;
(2)      tipe-tipe masyarakat masa yang lampau (historical types of society: e.g. feudal or capitalist society); and
(3)      any particular society (e.g. ancient Rome or modern France).

Apa saja yang dibedakan dalam konsepsi-konsepsi Marx itu adalah (pertama) bahwa konsepsi tersebut berawal dari gagasan tentang makhluk manusia yang hidup dalam masyarakat, dan tidak mencakup suatu antitesis antara individual dan society yang hanya dapat diatasi oleh andaian (supposing) beberapa jenis kontrak sosial, atau kemungkinan lain, oleh anggapan bahwa masyarakat (regarding society) sebagai sebuah fenomena supra-individual.

Oleh karena itu, dalam the Economic and Philosophical Manuscripts (3rd Ms), Marx menuliskan ‘bahkan ketika saya menyelesaikan kerja ilmiah.... saya memainkan (perform) suatu tindak sosial, karena tindak kemanusiaan. Itu tidak hanya material dari aktivitas saya ---seperti bahasa itu sendiri yang digunakan pemikirnya--- yang dicurahkan pada saya sebagai suatu produk sosial. Keberadaan saya adalah suatu aktivitas sosial’. Marx melanjutkan dengan mengatakan bahwa kita harus menghindari mendalilkan ‘society’ sebagai suatu abstraksi yang berkonfrontasi (confronting) dengan ‘individual’, ‘for the individual is a social being’. Sudut pandang konsepsi Marx ini sebagian dikembangkan oleh Adler menurut terms Neo-Kantian sebagai penempatan sebuah kondisi transendental bagi suatu ilmu pengetahuan tentang masyarakat (Adler, 1914).

Ciri konsepsi Marx yang kedua tentang masyarakat manusia secara umum adalah bahwa ‘masyarakat itu tidak dapat dipisahkan dari alam (nature)’. Sebaliknya, makhluk manusia diperlakukan sebagai bagian dari dunia alamiah, yang merupakan landasan nyata (real basis) dari semua aktivitas mereka. Produksi dan reproduksi kehidupan nyata (material life), melalui kerja dan penghasilan (labour and procreation), adalah dengan demikian hubungan alamiah dan sosial. Dalam hubungan ini pandangan Marx dibedakan secara mendalam dari apa yang lazim dalam sosiologi, di mana masyarakat sering diperlakukan sebagai suatu fenomena yang otonom, dan hubungannya dengan dunia alamiah diabaikan, dengan konsekuensi bahwa studi-studi tentang proses-proses ekonomi dan hubungan-hubungan yang banyak dikeluarkan, dan diasingkan ke lingkungan suatu ilmu pengetahuan sosial yang terpisah, khusus. Untuk alasan ini Korsch (1967) mengatakan bahwa ilmu pengetahuan materialistik Marx tentang masyarakat bukanlah sosiologi, melainkan ekonomi politik.

Konsepsi umum Marx adalah karateristik ketiga yang bernuansa beda, di mana hal itu berkait dengan gagasannya tentang ‘tipe-tipe masyarakat’ (types of society). Gagasan itu menunjukkan relasi antara masyarakat dan alam (nature) sebagai suatu simpangan (interchange) yang berkembang berdasarkan sejarah, melalui kerjas manusia (human labour), di mana pada waktu yang sama menciptakan (creats) dan merubah (transforms) hubungan-hubungan sosial di antara manusia-manusia (human beings). Proses sejarah ini mempunyai dua aspek, pertama adalah perkembangan dari proses produksi (atau perkembangan teknologi), dan kedua, perubahan pembagian kerja sosial yang menentukan hubungan-hubungan sosial dalam produksi (social relations of production).

Oleh karena itu, bagi Marx masyarakat adalah level perkembangan kekuatan-kekuatan material dari produksi dan hubungan-hubungan yang sama dari produksi (corresponding relations of produktion), yang menentukan karakter tipe-tipe yg berbeda tentang masyarakat. Pada awal tahun 1859 Marx menunjuk (designates) cara-cara produksi (modes of production) masyarakat asiatik, masyarakat kuno, masyarakat feudal, borjuis modern sebagai ‘masa-masa progresif dalam formasi ekonomi tentang masyarakat’. Transisi dari suatu tipe masyarakat kepada tipe yang lain terjadi ketika kekuatan-kekuatan material produksi menerima (come into) konflik dengan hubungan-hubungan produksi yang ada.

struktur sosial diasumsikan sebagai bangunan kemasyarakatan yang kurang lebih seperti berikut.





B.    apa pula pembangunan

Pembangunan (development) adalah perubahan sosial yang direncanakan sedemikian rupa oleh pihak-pihak yang terkait dalam suatu organisasi atau institusi kekuasaan (negara). Suatu program pembangunan didasarkan pada asumsi-asumsi filosofis, ideologis, dan sosiologis.  Bagi Rostow pembangunan adalah proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Proses ini, dengan pelbagai variasinya, pada dasarnya berlangsung sama di mana pun dan kapan pun juga. Variasi yang ada bukanlah merupakan perubahan yang mendasar dari proses ini, melainkan hanya berlangsung di permuakaan saja.[3]

C.    pembangunan masyarakat
Program-program pembangunan masyarakat (community development) telah sejak tahun 1970-an dilaksanakan di berbagai wilayah atau daerah di Indonesia. Program-program pembangunan masyarakat yang dicanangkan pada waktu itu dan juga sekarang didukung oleh pelbagai pihak, utamanya pihak penyandang dana dalam bidang-bidang yang dipilih secara bersama-sama atau ditawarkan oleh salah satu pihak.  Namun, hampir semua aktivitas melalui program-program tersebut tidak dapat dilanjutkan oleh komunitas tempatan. Program-program yang pernah dijalankan itu tidak memiliki kesinambungan dengan upaya-upaya lokal. Oleh karena itu, diperkirakan ada hal-hal yang bersifat kultural-internal komunitas bersangkutan yang membutuhkan redefinisi atau pembaruan-pembaruan.  

Pengembangan masyarakat agaknya lebih dari sekadar pembangunan komunitas. Mungkin ia adalah pembangunan kemasyarakatan (social development) yang secara struktural mencakup redefinisi atas prinsip-prinsip dasar yang telah dijadikan tiang-pancang masyarakat bersangkutan selama ini. Pada bagian terdahulu telah dicoba-tampilkan schemata struktural masyarakat yang terdiri dari schemata atau sistem-sistem ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Schemata atau sistem itu memerlukan hubungan yang compatible satu sama lain. Sistem ekonomi subsisten, misalnya, hanya compatible dengan sistem nilai-budaya tradisional. Sistem ekonomi pasar lebih sesuai dengan sistem nilai-budaya modern-industrial. Demikian pula sistem ekonomi pasar (kapitalis) lebih cocok dengan sistem politik demokratis dan sistem sosial (stratifikasi berdasarkan strata: power, privilege, dan prestige) yang dilandasi capaian-capaian (achievement) aktor individual, dan sebagainya dalam suatu masyarakat.


D.   gaya-hidup aktor (rural and urban styles)
Gaya hidup (life style) seringkali dicontohkan pada cara-cara berpakaian, kebutuhan rekreasi, cara-berbahasa, cara makan, kegemaran membaca, dan sebagainya. Itu adalah kecenderungan yang dapat diperhatikan dalam masyarakat maju dan berkembang. Gaya hidup merupakan bambaran keberadaan individu-individu dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Dalam masyarakat yang sudah maju terdapat kebebasan yang dibutuhkan individu-individu dalam rangka mereka mengungkapkan pikiran, tindakan, dan perasaan sesuai dengan cara-cara yang dipelajarinya dalam kelompok yang berbeda-beda. Penjunjungan pada perbedaan cara-cara berpikir, bertindak, dan berperasaan dipandang penting dalam kerangka hubungan mereka satu sama lain.

Berdasarkan pada pengalaman masyarakat maju yang demikian itu, dimungkinkan suatu masyarakat untuk memperoleh capaian kemajuan dengan peluang kebebasan yang diikat oleh sistem hukum modern-rasional. Suatu kebebasan yang terikat, dan suatu keterikatan yang bebas. Melalui media kebebasan individu-individu berkembang dengan cara dan gaya hidup masing-masing sesuai dengan strata mereka dalam kelompoknya.

E.    Pasca bencana tsunami di Aceh disebut juga sebagai “era rehabilitasi dan rekonstruksi” masyarakat bersangkutan baik secara fisik maupun mental-spiritual. Pembangunan fisik meliputi perbaikan dan bantuan infrastruktur jalan dan gedung-gedung, perumahan serta lembaga-lembaga yang telah hancur akibat bencana tersebut. Rehabilitasi dan rekonstruksi mental masyarakat baik secara individual maupun kelompok dilakukan dengan pelbagai pendekatan, formal dan non-formal. Dengan demikian diharapkan masyarakat kembali sehat secara biologis dan sosiologis.

Era rehabilitasi dan rekonstruksi fisik dan sosial itu membawa dampak yang besar bagi masyarakat Aceh. Masuknya modal (bantuan) baik dari pemerintah nasional maupun pemerintah negara lain telah menimbulkan berbagai variasi kemajuan dan interpretasi lain. Pergeseran nilai pun terjadi selama masyarakat bersangkutan mengalami pembangunan dalam bentuk rehabilitasi dan rekonstruksi itu. Pertambahan penduduk lokal, regional, dan global tak dapat dihindari baik untuk kepentingan pembangunan melalui bantuan modal dan sumber daya manusia (SDM) bagi pemulihan fisik dan sosial. Masuknya orang-orang asing untuk membantu dan menjadi bagian dari masyarakat tempatan membawa-serta pengaruh sosial budaya yang luas. Gaya hidup dan pergeseran  nilai-nilai lokal dialami oleh penduduk setempat baik sengaja atau tidak disengaja. Program bantuan yang diterima atau dijalankan warga masyarakat bukan tanpa biaya atau ongkos (cost) secara sosial dan material. Biaya sosial itu meliputi internalisasi dan pengaruh manusiawi dalam pergaulan dengan pemberi bantuan. Muatan-muatan luar seperti gaya hidup, cara pandang, dan kebutuhan individual tanpa disadari dihayati dan diamalkan oleh sebagian warga masyarakat.

Era rehabilitasi dan rekonstruksi juga membawa pengaruh pada cara-cara bekerja (etos kerja) yang efisien dan efektif dengan insentif yang besar. Pengalaman seperti itu juga tidak menutup kemungkinan efek samping yang mengancam nilai-nilai kebersamaan dan tradisionalsime.


[1] Asumsi adalah suatu pernyataan yang berperan sebagai titik-tolak seseorang untuk mempelajari suatu gejala atau variabel ataupun hubungan di antara variabel. Berangkat dari teori-teori yang ada seseorang dapat mengemukakan asumsi-asumsi tentang keadaan atau hubungan di antara variabel-variabel yang tercantum dalam suatu permasalahan. Hipotesis adalah kesimpulan sementara atau proposisi tentatif tentang hubungan antara dua atau lebih variabel. Suatu proposisi yang dianyatakan dalam bentuk yang dapat diuji dan meramalkan suatu hubungan tertentu antara dua atau lebih variabel.
[2] Lihat Tom Bottomore, ed. A Dictionary of Marxist Thought, Blackwell Reference, Great Britain, 1988:448-449.
[3] Rostow membagi proses pembangunan ke dalam lima tahap, masyarakat tradisional, pra-kondisi untuk lepas landas, lepas landas, bergerak ke kedewasaan, zaman konsumsi massal yang tinggi. Lihat Arief Budiman. Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1995:25-28.

No comments: